BADAN Penyelenggara Haji (BP Haji) akan menyusun kurikulum manasik kesehatan bagi calon jemaah. Langkah ini diambil untuk menjawab dilema tingginya daftar tunggu haji dengan kondisi kesehatan jemaah yang banyak dikeluhkan, sekaligus merespons rencana Arab Saudi membatasi usia maksimal calon haji.
Wakil Kepala BP Haji Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan manasik haji tak hanya menyangkut ritual ibadah, melainkan juga kesiapan kesehatan jemaah. Karena itu, pihaknya bersama Perhimpunan Dokter Haji Indonesia (Perdokhi) akan menyusun kurikulum khusus.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
“Sudah mulai kami susun kerja bareng. Saya sudah minta bantuan teman-teman Perdokhi supaya susun kurikulum manasik kesehatan,” kata Dahnil dalam diskusi Evaluasi Nasional Kesehatan Haji Bersama Perdokhi dan BPH 2025 pada Sabtu, 23 Agustus 2025.
Menurut Dahnil, upaya ini juga untuk menjelaskan kepada otoritas Arab Saudi bahwa masalah jemaah haji Indonesia bukan semata usia lanjut. Data menunjukkan angka kematian jemaah lebih sering terkait dengan faktor kesehatan.
“Kadang jemaah berusia 80 tahun justru lebih kuat dibandingkan yang berusia 50 atau 60. Jadi jangan sampai pembatasan usia menjadi patokan tunggal,” ujarnya.
Dahnil menegaskan BP Haji tidak ingin terjadi ego sektoral dalam pengelolaan kesehatan jemaah. “Kalau urusan kesehatan tidak beres, yang dimarahi adalah Kementerian Haji atau BP Haji. Karena itu kita harus berkelanjutan, intens, dan kompak,” kata dia.
Ia menambahkan, gaya hidup dan pola makan generasi muda justru membuat sebagian terlihat lebih rentan dibandingkan jemaah usia lanjut yang terbiasa menjaga kesehatan. “Jangan-jangan bapak-bapak ini jauh lebih sehat ketimbang mereka,” ujarnya.
Rencana penyusunan kurikulum manasik kesehatan ini diharapkan tuntas sebelum musim haji mendatang. BP Haji menyebutnya sebagai langkah strategis agar jemaah lebih siap secara fisik, sekaligus memastikan keberangkatan haji tetap inklusif bagi berbagai kelompok usia.