
MENDENGARKAN pasien bukan sekadar bentuk sopan santun. Menurut artikel di Mayo Clinic Proceedings karya Dr. Leonard Berry (Texas A&M University), mendengar dengan empati adalah bagian integral dari proses penyembuhan. Ia menyebutnya sebagai “values-driven listening”, hadir sepenuhnya, menanyakan hal yang tepat, dan menunjukkan rasa ingin tahu yang tulus.
“Mendengarkan adalah pintu menuju penyembuhan. Dengan mendengar, kita bisa terhubung, memahami, dan memberikan perawatan lebih baik,” ujar Berry, dikutip dari Science Daily.
Kisah dari Norwegia
Seorang perawat menanyakan pasien lansia: “Apa yang membuat hari Anda terasa baik?”
Jawaban sederhana muncul: “Saya ingin memakai kemeja biru.”
Ternyata kemeja itu punya makna mendalam, favorit sang istri yang sudah meninggal dua tahun lalu. Setelah mengenang, pasien bersemangat meminta kursi roda agar bisa berbagi cerita dengan penghuni panti jompo lain. Dari sekadar kemeja, tumbuh semangat baru untuk hidup.
Berry menyebut ini bukan sekadar kemajuan medis, melainkan kemajuan kemanusiaan: mendengar mampu membuka ruang penyembuhan emosional dan sosial.
Enam Strategi Mendengarkan
- Hadir secara penuh: Luangkan waktu tanpa terburu-buru.
- Dengarkan dengan rasa ingin tahu: Tanyakan terbuka, perhatikan bahasa tubuh.
- Bangun kepercayaan: Bebaskan percakapan dari penilaian; gunakan teknologi untuk mendukung fokus.
- Ciptakan ruang yang mendukung: Tata ruang nyaman memberi rasa dihargai.
- Terima masukan: Feedback dari tenaga medis sering membawa solusi efisien.
- Dukung tenaga kesehatan: Refleksi bersama menjaga mereka tetap kuat.
Berry menekankan, manfaat mendengarkan berlaku bagi semua relasi: dokter–pasien, tenaga medis–dokter, maupun pasien–tenaga medis.
Pesannya jelas: pasien berhak bersuara, dan layak didengar.
“Pengalaman dan kekhawatiran pasien bukan sekadar masukan, melainkan hal yang sangat penting,” tutup Berry. (Science Daily/Z-10)