
Jasa pengurusan transportasi atau freight forwading yang masih dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dinilai menambah beban pengusaha bidang logistik nasional.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) M. Akbar Djohan mengatakan bahwa tarif PPN yang dikenakan untuk jasa pengurusan transportasi dapat mengurangi kompetensi dan daya saing ekspor produk RI.
Ia mengatakan para pengusaha logistik Indonesia tidak bisa mengenakan biaya freight forwarding kepada para pembeli dari luar negeri.
“Kita nggak bisa charge ke buyer karena di luar negeri (pajak) tidak eksis itu. Tidak ada pengenaan-pengenaan pajak karena rata-rata di luar negeri itu mendorong ekspornya," ujar Akbar saat ditemui usai konferensi pers ALFI Convex 2025 di Kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (2/7).
Ia mengatakan bahwa negara-negara lain umumnya tidak membebankan pajak agar biaya produksi tidak membengkak dan daya saing produk, baik untuk ekspor maupun pasar dalam negeri bisa meningkat. Selain itu, negara luar juga ingin terus menggenjot ekspor.
Selain PPN, Akbar menyebut bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menjadi beban bagi para pelaku usaha logistik. Menurutnya, besaran PNBP yang dikenakan kepada sektor tersebut berkisar antara 5-10 persen.
“Itu juga ada (beban lain) PNBP. Biasanya antara 5 sampai 10 persen. Tergantung ada skema-skema konsesi dengan pemerintah, dilihat jangka waktunya, potensi ekonominya, baru ditentukan oleh pemerintah, PNBP berapa yang harus diseluruh,” jelas Akbar.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menargetkan biaya logistik bisa turun dari angka 14,5 persen menjadi 8 persen dalam kurun waktu lima tahun ke depan, agar dapat mendorong pencapaian target pertumbuhan ekonomi.
Airlangga menyinggung neraca perdagangan ndonesia hingga Mei 2025 yang masih mencatatkan surplus selama 61 bulan berturut-turut. Menurut dia, efisiensi logistik yang lebih baik ke depannya diyakini dapat semakin memperkuat kinerja perdagangan.
"Dengan ekspor yang masih positif, hari ini dilakukan kegiatan untuk mendorong logistik kita agar yang hari ini di kisaran 14,5 persen itu diharapkan bisa diturunkan menjadi 12,5 persen dan kembali turun ke 8 persen,” sebut Airlangga.
Akbar pun mengatakan bahwa pihaknya siap menyusun berbagai program perbaikan demi merealisasikan harapan penurunan biaya logistik pada tahun 2030. Ia menilai masih terdapat banyak aspek dalam sektor logistik yang bisa dioptimalkan.
“Memang industri logistik ini, ekosistem logistik nasional juga sangat rentan dengan regulasi. Sehingga yang disampaikan Bapak Menko (Airlangga) tadi program regulasi daripada pemerintah akan segera kita susun dengan berpartner dengan seluruh stakeholder logistik nasional,” ucap Akbar.