Liputan6.com, Jakarta Banyak orangtua khawatir gigi anak berantakan saat sudah gigi susu sudah tanggal dan nantinya mesti pakai behel. Ternyata, di dunia kedokteran gigi yang makin canggih ternyata ada upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan gigi anak rapi yakni lewat terapi myofungsional.
"Myofungsional therapy adalah pendekatan yang fokus pada memperbaiki fungsi otot-otot di sekitar mulut seperti otot bibir, pipi, dan lidah yang ternyata sangat mempengaruhi cara rahang dan gigi tumbuh," kata dokter gigi spesialis kedokteran gigi anak Priska Angelia Budiono dari Bethsaida Hospital Gading Serpong, Banten.
Lewat terapi ini bisa mencegah maloklusi, yaitu kondisi di mana gigi atas dan bawah tidak sejajar ketika anak menutup mulut.
Priska mengungkapkan bahwa metode terapi myofungsional ini tidak memerlukan alat-alat invasif. Fokusnya pada latihan otot, pembiasaan posisi lidah yang benar, hingga koreksi cara menelan dan bernapas. Semua dilakukan dengan lembut dan menyenangkan untuk anak.
“Masalah otot di area mulut anak hanya dapat dimodifikasi secara efektif saat masa pertumbuhan. Karena itu, pendekatan myofungsional sangat dianjurkan sejak usia dini,” kata Priska lewat pesan tertulis.
Terapi Myofungsional Bisa Dimulai Usia 4
Kabar baiknya terapi myofungsional bisa dimulai sejak anak masih kecil. Umumnya perawatan ini bisa dimulai sejak usia 4 tahun.
“Tujuan utama myofungsional therapy adalah membantu gigi tumbuh di tempat yang ideal dengan mengoptimalkan fungsi otot dan rahang sedini mungkin,” tutur Priska.
Bahasa mudahnya terapi myofungsional adalah menyiapkan “rumah” yang nyaman bagi gigi permanen saat waktunya tumbuh, sehingga posisi gigi tidak berantakan dan bisa mengurangi kebutuhan memakai kawat gigi di kemudian hari.
Terapi Myofungsional Bisakah untuk Anak Berkebutuhan Khusus?
Priska menjelaskan anak-anak dengan berkebutuhan khusus (ABK), seperti anak dengan spektrum autisme syndrome (ASD), down syndrome, atau gangguan perkembangan lainnya bisa juga menjalani terapi myofungsional.
Memahami anak-anak spesial tersebut memiliki tantangan tersendiri saat menjalani pemeriksaan gigi maka hal yang bisa diupayakan adalah lewat sedasi inhalasi menggunakan N₂O (Nitrous Oxide). Pendekatan ini membantu anak berkebutuhan khususu lebih tenang selama perawatan.
Priska menegaskan bahwa metode ini bukan pembiusan penuh, melainkan metode lembut yang membuat anak merasa rileks tanpa kehilangan kesadaran.
“Dengan sedasi inhalasi, anak menjadi lebih tenang dan nyaman. Mereka tidak trauma, orang tua juga merasa lebih tenang. Ini sangat membantu, terutama untuk anak yang belum kooperatif atau memiliki sensitivitas tinggi,” jelas Priska yang sehari-hari praktik di Bethsaida Hospital Dental Center yang berada di Gading Serpong, Banten ini.
Ajak Anak Konsultasi Gigi Sejak Dini
Priska mengatakan bahwa menjaga kesehatan gigi pada anak tidak perlu menunggu sakit gigi atau ada masalah lainnya. Disarankan untuk melakukan pemeriksaan gigi pertama ke dokter gigi anak pada saat usia 1 tahun.
"Tidak perlu menunggu gigi permanen tumbuh, apalagi menunggu masalah muncul. Mulailah dari langkah kecil, seperti sesi konsultasi ringan untuk menilai fungsi otot, struktur rahang, dan posisi gigi susu anak," pesan Priska.