Anggota DPR mengikuti rapat paripurna ke-18 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024 di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/5/2024). Rapat paripurna yang dihadiri 125 anggota dewan dan 165 anggota izin total 290 orang dari 575 anggota DPR tersebut digelar dengan agenda Penyampaian Pandangan Fraksi Atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM & PPKF) RAPBN TA 2025 dan Pendapat Fraksi-fraksi terhadap 4 (empat) RUU Usul Inisiatif Badan Legislasi DPR dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom Senior INDEF, Abdul Hakam Naja, menilai perhatian pemerintah terhadap ekonomi syariah masih sangat terbatas dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Ia menyebutkan, dari 506 singkatan yang tercantum dalam Nota Keuangan, hanya lima yang terkait dengan ekonomi syariah.
“Dari 506 singkatan, hanya lima yang bicara soal ekonomi syariah. Itu pun isinya sangat kecil,” kata Hakam dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (25/8/2025).
Menurutnya, fakta ini menunjukkan ekonomi syariah belum menjadi arus utama dalam kebijakan fiskal nasional. Padahal, Indonesia memiliki jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia dengan potensi pasar halal yang sangat besar.
“Kalau hanya disebut sekilas, bagaimana ekonomi syariah bisa berkembang jadi kekuatan nyata?” ujarnya.
Hakam menambahkan, dominasi isu ekonomi syariah di ruang publik selama ini belum diimbangi dengan langkah konkret dari sisi kebijakan. Pemerintah dinilai masih menempatkan ekonomi syariah sebagai isu pelengkap, bukan strategi utama pembangunan.
“Kalau mau jadi pusat halal dunia, jangan hanya jargon. Anggaran dan kebijakan harus ikut mengarah ke sana,” katanya.
Lebih jauh, Hakam menekankan pentingnya strategi nyata agar ekonomi syariah tidak sebatas slogan. Ia menilai pemerintah perlu memberi insentif fiskal bagi industri halal, memperluas akses pembiayaan syariah untuk UMKM, dan mempercepat sertifikasi halal yang masih menjadi hambatan utama pelaku usaha.
“Jangan berhenti di branding. Harus ada roadmap fiskal dan pembiayaan syariah yang jelas, supaya kita benar-benar jadi produsen halal, bukan sekadar konsumen,” ujarnya.