
KPK akan melakukan kajian pencegahan dan perbaikan tata kelola sistem ketenagakerjaan Indonesia. Kajian itu sebagai bentuk langkah lanjutan pasca pengusutan kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Juru bicara KPK Budi Prasetyo, menyebut bahwa kajian serupa sempat dilakukan lembaga antirasuah pada 2012 silam, terkait dengan layanan izin mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA).
"Sebagai langkah lanjutan, KPK juga akan melakukan kajian lebih lanjut mengetahui dengan tata kelola ketenagakerjaan ini, di mana sebelumnya pada tahun 2012 KPK juga telah melakukan kajian yaitu layanan izin mempekerjakan tenaga asing," ujar Budi kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/6).

"Di mana dalam kajian tersebut, KPK juga menemukan potensi-potensi kejadian korupsi yang mirip dan relevan dengan modus terkait dengan perkara yang sedang KPK tangani saat ini," imbuhnya.
Dengan langkah itu, kata Budi, diharapkan adanya perbaikan serius di sektor ketenagakerjaan tersebut.
"Harapannya dengan perbaikan yang serius terkait dengan sektor ketenagakerjaan ini kita bisa secara signifikan meningkatkan perbaikan tata kelola ketenagakerjaan dan juga kepercayaan global kepada Indonesia," ucap dia.
Budi pun mendorong agar Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga turut melakukan langkah pencegahan yang progresif agar kasus serupa tak terulang kembali.
"Tentu KPK juga betul-betul mendorong Kementerian Ketenagakerjaan menindaklanjuti dengan langkah-langkah pencegahan yang progresif. Sehingga, kita bisa betul-betul mencegah tindak pidana korupsi di sektor ketenagakerjaan ini," tuturnya.
Lebih lanjut, Budi juga menekankan bahwa langkah perbaikan tersebut perlu dilakukan secara maksimal mengingat sektor ketenagakerjaan berdampak langsung pada tata kelola ekonomi dan iklim bisnis di Indonesia.
"Sektor ini berdampak langsung terhadap upaya perbaikan tata kelola ekonomi dan kepercayaan publik, tentunya yang terpotret dari Corruption Perception Index atau CPI," kata Budi.
"Di mana dalam CPI tersebut salah satu indikatornya adalah penilaian dari World Economic Forum, ya, maksudnya yang berkaitan dengan tata kelola ekonomi, investasi, dan juga iklim bisnis," pungkasnya.
Adapun dalam kasus dugaan pemerasan ini, KPK telah menjerat sebanyak delapan orang sebagai tersangka. Mereka yakni:
Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tahun 2020–2023, Suhartono.
Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019–2024 dan Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2024–2025, Haryanto.
Direktur PPTKA tahun 2017–2019, Wisnu Pramono.
Direktur PPTKA tahun 2024–2025, Devi Angraeni.
Koordinator Analisis dan PPTKA tahun 2021–2025, Gatot Widiartono.
Petugas Hotline RPTKA 2019–2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat PPTKA 2024–2025, Putri Citra Wahyoe.
Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019–2024 yang juga Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA tahun 2024–2025, Jamal Shodiqin.
Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018–2025, Alfa Eshad.
Dalam penyidikan kasus ini, KPK juga telah melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap delapan orang tersangka itu. Pencegahan tersebut mulai dilakukan sejak Rabu (4/6) lalu dan berlaku selama enam bulan ke depan.
Dalam kasusnya, para tersangka itu diduga meminta sejumlah uang kepada para agen penyalur calon TKA. Permintaan uang itu agar izin kerja calon TKA bisa diterbitkan.
Total, dari 2019, para tersangka telah meraup uang hingga Rp 53,7 miliar. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka dan juga dibagi-bagikan kepada sejumlah pegawai di Kemnaker.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor.