PRESIDEN Prabowo Subianto menargetkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjangkau 20 juta penerima pada Agustus 2025, naik dari realisasi awal 8,4 juta orang. Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola Badan Gizi Nasional (BGN) Tigor Pangaribuan mengatakan pihaknya sedang berupaya memenuhi target bulan ini lewat pembangunan dapur.
Rencana pencapaian target 20 juta penerima hingga akhir Agustus disampaikan Kepala Negara saat memberikan sambutan dalam Kongres PSI di Solo, Jawa Tengah, Ahad, 20 Juli 2025. "Bahkan siapa tahu bisa mencapai di atas 25 juta pada Agustus," kata Prabowo.
Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola Badan Gizi Nasional (BGN) Tigor Pangaribuan mengatakan pihaknya sedang berupaya memenuhi target bulan ini lewat pembangunan dapur.
Saat ini sudah ada sekitar 4.100 dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), dan dibutuhkan tambahan SPPG untuk mengejar target 20 juta penerima.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Makanya sekarang kami semua bekerja pagi, siang, malam. Karena kita harus menambah dari 4.000 dapur menjadi paling tidak 7.000 dapur atau 7.000 sentra kitchen, by this month,” kata Tigor dalam Forum Internasional Pembelajaran Global dalam Penyelenggaraan Program Pemberian Makan Bergizi yang disiarkan daring di YouTube Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kamis, 7 Agustus 2025.
Saat ini tersedia sekitar 4.100 dapur, dan BGN harus menambah menjadi 7.000 dapur bulan ini. Hingga akhir 2025, targetnya adalah 30 ribu dapur di seluruh Indonesia. Infrastruktur, pendanaan, dan sumber daya manusia menjadi faktor kunci percepatan. Dana pembangunan sendiri telah disiapkan Rp 71 triliun dari kas negara.
Namun, program prioritas Prabowo tersebut masih dibayangi sejumlah persoalan serius, mulai dari kasus keracunan massal hingga polemik tata kelola dan kebijakan impor peralatan makan.
Kasus Keracunan MBG Berulang di Berbagai Daerah
Sejak peluncuran program pada 6 Januari 2025, tercatat ribuan siswa di berbagai daerah mengalami gejala keracunan usai mengonsumsi menu MBG. Insiden terbaru menimpa 140 siswa SMPN 8 Kupang, NTT, pada 22 Juli 2025. Mereka menderita diare, mual, dan muntah setelah mengonsumsi lauk rendang, sayur kacang panjang wortel, tahu, dan pisang.
Kasus keracunan MBG serupa juga terjadi di Sumba Timur (Februari), Bombana (April), Cianjur (April), Bogor (Mei), dan Sukoharjo (Januari). Hasil evaluasi BGN mengungkap sejumlah penyebab, seperti kurangnya pengalaman pengelola dapur baru, buruknya higienitas, hingga lemahnya pengawasan distribusi.
Ahli gizi Tan Shot Yen menilai insiden ini bisa dicegah jika prinsip keamanan pangan, seperti HACCP, diterapkan secara ketat mulai dari pemilihan bahan hingga penyajian. Ia juga mengkritik absennya pelatihan teknis memadai sebelum program berjalan.
Polemik Impor Peralatan Makan
Pemerintah juga menuai kritik akibat melonggarkan impor food tray atau ompreng untuk program MBG. Kebijakan ini memicu protes Asosiasi Produsen Wadah Makanan Indonesia (Apmaki) yang mengklaim produsen lokal terancam gulung tikar.
Sekretaris Jenderal Apmaki Alie Cendrawan mengatakan banyak produsen ompreng MGB yang terancam gulung tikar akibat kebanjiran produk impor. “Itu membahayakan kami. Kami sudah berinvestasi di pabrik miliaran,” katanya saat konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Kamis, 31 Juli 2025.
Apmaki menyebut impor ompreng dari Cina bukan hanya memukul industri dalam negeri, tetapi juga bermasalah secara keamanan. Produk impor disebut menggunakan stainless steel SUS 201 yang mudah berkarat, bukan SUS 304 yang aman untuk makanan. Kekhawatiran pun muncul akan risiko kontaminasi yang membahayakan kesehatan anak.
Tata Kelola dan Pembayaran Mitra Dapur Bermasalah
Di luar isu keamanan pangan, MBG juga dihadapkan pada konflik antara mitra dapur dan yayasan rekanan BGN. Kasus di Kalibata, Jakarta Selatan, mencuat setelah dapur milik Ira Mesra menghentikan operasional karena belum dibayar hampir Rp 1 miliar oleh yayasan mitra.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Dewi Anggraeni menilai pola kemitraan ini membuka celah kekacauan distribusi dan anggaran. Ia menyarankan satu komando jelas dari BGN untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan pembayaran.
Penurunan Harga Paket dan Kualitas Makanan
Program MBG awalnya menjanjikan paket makanan bernilai Rp 15 ribu lengkap dengan susu, namun belakangan harga paket turun menjadi Rp 10 ribu. Penurunan ini dinilai mempengaruhi kualitas menu yang diterima siswa. Beberapa sekolah melaporkan porsi yang lebih sedikit dan hilangnya komponen susu dari paket.
Direktur Keadilan Fiskal Celios, Media Wahyu Askar, menyebut kondisi ini sebagai bukti program belum dirancang dengan kesiapan matang. Ia mendorong evaluasi besar-besaran, termasuk audit tata kelola dan pelibatan masyarakat sipil dalam pengawasan.