Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat utang masyarakat melalui skema Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater perbankan mencapai Rp22,99 triliun pada Juni 2025.
Angka tersebut, menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK di Jakarta, Senin, meningkat 29,72 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
“Per Juni 2025, baki debit kredit BNPL sebagaimana dilaporkan dalam SLIK tumbuh sebesar 29,72 persen 'year-on-year' menjadi sebesar Rp22,99 triliun dengan jumlah rekening mencapai 26,96 juta,” ujar dia.
Kemudian Dian mengatakan porsi kredit paylater perbankan memang masih kecil yaitu sekitar 0,28 persen dari total kredit perbankan, namun terus menunjukkan tren pertumbuhan yang tinggi secara tahunan.
Adapun OJK melaporkan bahwa secara keseluruhan, kredit perbankan nasional tumbuh sebesar 7,77 persen (yoy) menjadi Rp8,06 kuadriliun pada Juni 2025. Angka tersebut sedikit melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan 8,43 persen (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 12,53 persen (yoy), disusul oleh kredit konsumsi sebesar 8,49 persen (yoy), dan kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 4,45 persen (yoy).
Sementara berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi juga tumbuh sebesar 10,78 persen (yoy). Sedangkan kredit kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencatatkan pertumbuhan lebih rendah yaitu 2,18 persen (yoy) seiring dengan upaya pemulihan kualitas kredit pada segmen tersebut.
Kemudian, penyaluran kredit ke sektor pertambangan dan penggalian mencatatkan pertumbuhan paling besar, yaitu 20,69 persen (yoy). Sektor jasa juga tumbuh signifikan sebesar 19,17 persen (yoy), diikuti sektor transportasi dan komunikasi yang tumbuh 17,94 persen (yoy), serta sektor listrik, gas, dan air yang mengalami pertumbuhan 11,23 persen (yoy).
Tingkat likuiditas perbankan, berdasarkan rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) berada pada level 118,78 persen, dan rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) sebesar 27,05 persen. Keduanya jauh di atas ambang batas minimum masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Sementara dari sisi kualitas aset, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) masih berada dalam level yang terkendali. OJK mencatat NPL gross sebesar 2,22 persen dan NPL net sebesar 0,84 persen. Hal itu, menurut Dian, mencerminkan profil risiko perbankan yang tetap terjaga di tengah dinamika ekonomi.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.