Kendari (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyoroti maraknya masyarakat menggunakan pinjaman uang lewat platform digital atau pinjol ilegal di daerah tersebut karena Fear of Missing Out (FOMO) atau takut ketinggalan tren.
Kepala OJK Sultra Bismi Maulana Nugraha saat ditemui di Kendari, Rabu, mengatakan berdasarkan hasil identifikasi oleh OJK, masyarakat di kalangan usia produktif seperti generasi Z dan milenial paling banyak menggunakan pinjol ilegal untuk memenuhi kebutuhan mereka, salah satunya karena tren FOMO tersebut.
"Biasanya mereka banyak sekali kebutuhannya sehingga bagaimana mereka membeli produk dengan salah satunya caranya melalui 'pinjol'," kata Bismi Maulana.
Ia mengatakan OJK Sultra telah menerima sebanyak 97 pengaduan pinjol ilegal untuk periode 1 Januari hingga 30 Juni 2025.
"Aduannya bervariasi, terkait permintaan informasi legalitas, perilaku petugas penagihan, proses pelunasan, permintaan keringanan atau restrukturisasi kredit, dan permintaan informasi pelunasan melalui SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan)," ujar dia.
Menurut Bismi Maulana, saat ini pinjol digemari oleh masyarakat karena aksesnya yang cepat dan praktis, cukup hanya menggunakan KTP dan media sosial saja mereka sudah bisa mencairkan pinjaman tersebut.
Karena itu OJK, kata Bismi, terus menyuarakan imbauan kepada seluruh masyarakat agar bisa mengetahui dan membedakan mana pinjol ilegal dan yang legal.
"Kami selalu sosialisasi edukasi kepada masyarakat melalui kanal media sosial, bersama pemerintah daerah, hingga langsung kepada masyarakat yang berkunjung ke OJK kami selalu berikan edukasi," katanya, menjelaskan.

OJK saat ini memisahkan pinjol ilegal dan pinjaman daring untuk yang legal. "Sebab, konotasi di masyarakat itu 'pinjol' selalu ilegal, padahal terdapat juga pinjaman 'online' yang legal dan diawasi langsung oleh OJK dengan sebutan baru untuk pinjaman 'online' legal yakni pinjaman daring atau 'pindar'," kata Bismi Maulana.
Sementara itu, warga Kota Kendari Fadly Septian mengatakan pinjol bisa menjadi salah satu alternatif yang bisa digunakan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan terkait kebutuhan yang mendesak karena persyaratannya yang cukup mudah. Akan tetapi, di balik kemudahan tersebut terdapat kerentanan tersebarnya data pribadi kita.
"Terutamanya itu kepada pinjaman 'online' yang ilegal, apalagi saat ini masih minim informasi mana pinjaman yang legal dan tidak," kata Fadly.
Menurut dia, pinjaman daring yang legal atau pindar itu sebaiknya digunakan oleh masyarakat yang telah memiliki usaha atau pekerjaan. Sehingga mereka bisa memperkirakan beban hutang yang akan dia bayarkan dengan penghasilannya.
"Jangan hanya karena mau memenuhi kebutuhan pribadi beli sana-sini baru tidak ada pekerjaan atau penghasilan tetap, akhirnya itu akan memberatkan dia sendiri," ujar dia.
Fadly berharap kepada pemerintah untuk bisa lebih menekan kepada platform pinjol untuk menambah persyaratan yang diberikan kepada konsumen, salah satunya bisa dengan memverifikasi pekerjaan atau penghasilan masyarakat yang akan melakukan pinjaman.
Pewarta: La Ode Muh. Deden Saputra
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.