
PRESIDEN Prabowo Subianto diminta untuk segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang kredibel untuk mengungkap dan memberikan fakta berkaitan dengan aksi demonstrasi beberapa waktu lalu. Itu juga dinilai perlu agar dugaan makar dan terorisme seperti yang disampaikan Kepala Negara dapat terungkap.
"Presiden Prabowo atau pemerintah harus segera membentuk TGPF yang kredibel untuk mengungkap fakta yang sebenarnya, menemukan pola gerakan, dan memisahkan penyampaian aspirasi demokratis dan kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum yang dijamin oleh Konstitusi Negara dari agenda-agenda politik terselubung yang menungganginya," kata Ketua Dewan Nasional Setara Institute Hendardi melalui keterangannya, Minggu (7/9).
Pembentukan TGPF, lanjutnya, penting untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat. Terlebih Prabowo berulang kali menyebutkan adanya indikasi makar dan terorisme dalam aksi demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat.
Makar, terorisme, dan dugaan keterlibatan asing merupakan tindakan dan agenda yang terorganisasi dan pelakunya terlatih, mengandaikan adanya aktor-aktor di balik layar. Sementara publik juga memunculkan dugaan adanya kontestasi politik kekuasaan, agenda politik rezim, dan sebagainya.
"Oleh karena itu, dibutuhkan klarifikasi dan investigasi mendalam agar rangkaian kerusuhan itu terklarifikasi dengan terang-benderang; siapa dalang, bagaimana operasi berlangsung, apa tujuan politiknya, dan sebagainya. Jika tidak, maka publik akan terus diliputi kecemasan dan ketidakpastian, bahkan akan memantik kemarahan lanjutan eskalasi yang ada," jelas Hendardi.
Pembentukan TGPF juga sekaligus sebagai upaya memenuhi hak setiap warga negara untuk tahu (rights to know) dan merupakan subjek yang berhak atas perlindungan dan rasa aman. Presiden, kata Hendardi, mungkin sudah memiliki data dan analisis serta telah menyusun langkah-langkah antisipatif lanjutan berkenaan dengan dinamika eskalatif yang terjadi.
Tetapi keterbukaan mesti ditunaikan oleh pemerintah dan mekanisme partisipasi bermakna (meaningful participation) mesti dibuka seluas-luasnya, dengan melibatkan para pakar, masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama, pekerja media, aparat penegak hukum dan elemen sipil relevan lainnya.
"Oleh karena itu, potensi penanganan yang gebyah uyah atau salah sasaran harus diminimalisasi, bahkan dihentikan. TGPF dapat menjadi dasar untuk memastikan hak untuk tahu masyarakat atas peristiwa itu dan menciptakan rasa aman yang otentik," terang Hendardi.
Menurutnya, pengungkapan data dan fakta merupakan mekanisme cooling down system dari kemarahan publik yang harus berjalan secara simultan. Itu dapat dilakukan dengan agenda-agenda mendasar yang mesti dilakukan oleh pemerintah dan para elite politik, seperti memperbaiki tata kelola penyelenggaraan negara yang melahirkan kesenjangan dan jauh dari cita-cita ultima berbangsa dan bernegara. (P-4)