
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Suparman menilai tuntutan warga Pati yang mendesak Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatannya merupakan respons yang wajar. Menurutnya, tuntutan tersebut muncul karena meningkatnya resistensi dari masyarakat kepada Sudewo.
Herman menjelaskan polemik soal kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250% sebenarnya telah dimenangkan oleh warga. Pasalnya, Sudewo membatalkan kebijakan tersebut.
Namun demikian, ia menilai warga merasa kurang puas dengan sikap arogan Sudewo sebagai Bupati Pati.
"Sekarang kan eskalasinya itu sudah kepada tuntutan mundur, ya. Dan bagi kami sebetulnya ini respons yang masuk akal dari publik. Ketika itu ditantang oleh seorang kepala daerah yang itu menurut kami tidak peka dengan kondisi masyarakat, sekaligus juga arogan. Menantang bahwa dia tidak gentar dengan ribuan orang itu kan menurut saya itu satu bentuk arogansi seorang kepala daerah," kata Herman kepada Media Indonesia, Rabu (13/8).
Herman berharap ada dialog antara warga dan Sudewo untuk mengakhiri polemik ini. Ia menyayangkan ketika aspirasi publik berujung pada kericuhan. Hal ini, kata ia, akan mengganggu jalannya pemerintahan.
"Kami tetap mendorong agar pendekatan tetap dialogis dari dua arah. Baik dari sisi kepala daerah maupun dari sisi masyarakat, karena kalau ini nanti berkepanjangan, tentu penyelenggaran pemerintahan dan juga kegiatan sosial ekonomi masyarakat juga akan terganggu," katanya.
Herman mengatakan saat ini tuntutan mundur warga terhadap Sudewo ada di tangan DPRD. Adapun, DPRD Pati telah sepakat membentuk pansus untuk pemakzulan Sudewo.
Namun demikian, ia menilai Sudewo tak langsung lengser dari jabatannya setelah dimakzulkan DPRD. Ia mengatakan ada mekanisme yang harus dilalui.
"Sekarang kan bolanya di DPRD, gitu ya. Dengan tuntutan seperti itu, pertanyaan sekarang apakah mereka itu menindaklanjutkan dengan melakukan penyelidikan. Nanti kalau disepakati bahwa itu dimakzulkan, tetapi tidak langsung dimakzulkan, itu diusulkan," katanya.
"Mesti diusulkan kepada Bapak Presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Tetapi harus ada putusan Mahkamah Agung. Jadi sebelum diusulkan kepada Bapak Presiden, MA akan memeriksa seperti apa hasil kesepakatan penyelidikan DPRD. Baru nanti kita akan menunggu seperti apa keputusan, kalau memang prosesnya berlanjut sampai ke sana (pemakzulan)," katanya.
Sebelumnya, warga Pati melakukan demonstrasi untuk menuntut dibatalkannya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen. Bupati Pati Sudewo akhirnya membatalkan kebaikan pajak dan dikembalikan seperti periode 2024.
Sudewo menemui demonstran yang mendesaknya mundur. Sudewo menyampaikan permohonan maaf dalam kesempatan itu.
Saat Sudewo keluar, polisi meminta massa tertib. Massa pun sempat tertib menunggu Sudewo muncul. "Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, saya akan berbuat lebih baik," kata Sudewo
Tak lama bicara, massa kembali ricuh dengan melempari Sudewo dengan botol air mineral. Sudewo lantas kembali masuk ke mobil dan kembali ke dalam kantor Bupati Pati.
Diberitakan, ratusan ribu massa aksi berkumpul di Alun-Alun Pati. Mereka menuntut agar Bupati Sudewo mundur dari jabatanya, karena dinilai tidak layak menjadi kepala daerah. Bahkan, Sudewo pernah menantang masyarakat untuk mengelar demo. Dia tidak akan gentar menghadapi pendemo, walaupun yang berunjuk rasa sebanyak 50 ribu orang.(P-1)