
PEMERINTAH Provinsi Jawa Tengah gelar Gerakan Pangan Murah (GPM) kepada pelaku UMKM di Solo yang terdampak kerusuhan saat unjuk rasa sekelompok masyarakat yang terjadi pada Jumat (29/8).
"Selain GPM dari Pemkot Solo melalui TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) untuk mengintervensi harga beras tinggi di pasar, ternyata Pak Gubernur Jateng Ahmad Luthfi juga menurunkan tim untuk membantu masyarakat pelaku UMKM di Solo yang terdampak kerusuhan," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Solo Wahyu Kristina.
Gelontoran program GPM dari Pemprov Jateng berbentuk beras SPHP 5 kg, gula pasir, minyak goreng, dan telur itu menyasar pelaku UMKM yang terdampak di wilayah kelurahan Semanggi, Kerten, dan Joglo.
"Pelaku UMKM yang terdampak kerusuhan di Solo mendapatkan prioritas bantuan lewat program GPM. Seperti SPHP vokume 5 kg dijual Rp55 ribu, telur Rp22 ribu/kg, serta gula pasir. Masyarakat UMKM menyambut penuh suka cita," tegas wanita yang akrab dipanggil Mbak Ina ini.
Sementara itu Bulog Surakarta menyatakan menyediakan 29 ribu ton beras SPHP sampai Desember 2025, untuk dipergunakan mengintervensi harga beras tinggi di pasar di enam kabupaten dan satu kota di Solo Raya, melalui program GPM.
"Penugasan kita sebanyak 29 ribu ton beras SPHP disebar untuk mengintervensi harga pasar, menjaga ketersediaan dan sekaligus mengendalikan inflasi hingga akhir tahun nanti. Sejauh ini pelaksana di lapangan adalah TNI, Polri, dan Pemda," ungkap Pimpinan Bulog Surakarta Tatang Haryanto didampingi Wakil Pimpinan Dicky Yusfarino.
Menurut dia, hingga akhir Agustus lalu, beras SPHP yang didistribusikan Bulog di enam kabupaten dan satu kota di Solo Raya mencapai 5000-an ton.
Paling banyak Wonogiri dan Klaten
Dicky menimpali, volume beras yang disebar ke tiap kabupaten tidak sama. Paling banyak adalah Klaten dan Wonogiri, diikuti Boyolali, Sragen, Karanganyar, Sukoharjo, dan Kota Solo. Kuota Klaten dan Wonogiri sampai akhir tahun masing-masing 4.000 ton.
"Gelontoran yang lumayan besar karena dilaksanakan serentak di seluruh kecamatan se-Solo Raya mencapai 320 ton lebih dalam sehari. Dan untuk September ini, akan terus dipantau, dan juga berdasar pengajuan, karena harga beras di pasar masih tinggi," imbuh Dicky.
Ketika ditanyakan tentang penyikapan masyarakat Wonogiri terhadap penjualan SPHP yang tidak pernah habis terserap, ia mengakui itu karena masyarakat mampu mencukupi kebutuhannya dengan stok gabah yang tidak dijual seluruhnya saat panen. Lebih dari itu, mereka juga masih punya stok pangan non-beras lainnya.
"Banyak warga Wonogiri, terutama di wilayah selatan, punya stok pangan beras dan non-beras yang cukup, sehingga tidak begitu terpengaruh harga beras tinggi di pasar. Konsentrasi kami di Wonogiri ada di wilayah utara, terutama di Selogiri," sambung Dicky lagi.
Sebelumnya Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (DKPKP) Wonogiri Sutardi menegaskan, gelontoran SPHP di Wonogiri selatan tidak begitu banyak, dan itu pun tidak terserap habis, seiring dengan kuatnya kearifan lokal yakni ketahanan pangan beras dan non-beras yang dikelola secara baik.
Sutardi menegaskan, dari rencana kuota 4.000 ton untuk Wonogiri sampai Desember nanti, beras SPHP yang beredar di masyarakat melalui program GPM hingga akhir Agustus 2025 belum mencapai 120.000 kg atau 120 ton.
Bulog Surakarta tidak mau berspekulasi apakah sebanyak 29 ribu ton beras SPHP bisa terserap habis hingga Desember mendatang. "Kita akan terus mencermati pergerakan harga beras di pasar yang berujung pada permintaan dari institusi Polri, TNI dan juga Pemda," tegas Nanang. (WJ/E-1)