Liputan6.com, Jakarta Film The Voice of Hind Rajab yang disutradarai oleh Kaouther Ben Hania mendapat perhatian luas di publik dalam penayangan perdananya di Festival Film Venesia, pada Rabu (3/9/2025) waktu setempat. Dilansir dari Variety, suasana terasa begitu emosional usai penayangan film yang diangkat dari kisah nyata, seorang gadis cilik Palestina yang dibunuh Israel.
Dalam pantauan media ini, hampir tak ada mata yang kering, sebagian besar penonton menangis usai menyaksikan The Voice of Hind Rajab.
Tak hanya itu, film ini menerima standing ovation meriah selama 22 menit, durasi terpanjang dalam Festival Film Venesia tahun ini. Bahkan saat tepuk tangan sampai ke menit ke-20, pihak gedung meredupkan lampu--diduga upaya untuk membubarkan hadirin dalam gedung bioskop. Namun hal ini tak mempan, tepuk tangan terus berlanjut.
Suasana makin menggugah saat penonton mengibarkan beberapa bendera Palestina, dan teriakan "Free Palestine" menggema di sela-sela tepuk tangan. Aktor Motaz Malhees juga sempat berlari ke arah penonton, kemudian mengambil bendera Palestina, yang ia lambaikan diiringi sorak sorai.
Jurnalis Liputan 6, Harfin Naqsyabandi bersama relawan Indonesia ikut dalam misi kemanusiaan mengirimkan bantuan ke Gaza, Palestina. Mereka tergabung dalam Indonesia Global Peace Convoy 2025.
Kehadiran Produser Eksekutif
Joaquin Phoenix dan Rooney Mara, produser eksekutif film tersebut, turut hadir dan memegang foto mendiang Hind Rajab. Sebagai penegasan sikap, bintang Joker tersebut juga mengenakan pin Artists for Ceasefire, gerakan di antara para pesohor Hollywood, yang mendorong gencatan senjata dalam konflik Israel dan Palestina.
Mata keduanya tampak berkaca-kaca, saat bertepuk tangan bersama penonton lainnya diiringi teriakan “Bebaskan Palestina!”
Selain kedua nama ini, Brad Pitt, sineas Alfonso Cuarón, serta sutradara The Zone of Interest Jonathan Glazer juga bergabung dalam film yang disutradarai sineas Tunisia Kaouther Ben Hania ini sebagai produser eksekutif.
Kisah Hind Rajab
The Voice of Hind Rajab, ditulis dan disutradarai Ben Hania, berdasarkan kejadian nyata yang terjadi dalam genosida yang dilakukan Israel di Gaza, Palestina.
Hind Rajab satu dari puluhan ribu korban anak-anak di Gaza, yang tewas diberondong peluru IDF, dan kematiannya menimbulkan kemarahan warga dunia.
Insiden berdarah yang menewaskan Hind Rajab terjadi pada Januari 2024, saat bocah enam tahun ini sedang berkendara bersama keempat sepupunya, bibi, dan pamannya. Ia kemudian diserang militer Israel saat mereka mencoba melarikan diri dari Kota Gaza.
Film karya Ben Hania ini didasarkan pada rekaman suara antara Hind Rajab dan para relawan Bulan Sabit Merah yang berusaha menjaganya tetap bisa berkomunikasi dengan mereka, dan melakukan segala cara untuk mendapatkan ambulans.
Bukan Hanya tentang Gaza
"Inti dari film ini sangat sederhana, dan sangat sulit untuk dijalani. Saya tidak bisa menerima dunia di mana seorang anak meminta bantuan dan tak seorang pun datang," kata sutradara Kaouther Ben Hania dalam pernyataannya mengenai film ini.
Ia menambahkan, "Rasa sakit itu, kegagalan itu, milik kita semua. Kisah ini bukan hanya tentang Gaza. Kisah ini berbicara tentang kesedihan universal."
Ben Hania percaya bahwa kisah fiksi yang diangkat dalam film, terutama merupakan adaptasi peristiwa nyata yang faktanya dapat diverifikasi, adalah alat yang kuat untuk menggaungkan pesan ini.
"Lebih ampuh daripada hiruk pikuk berita terkini, atau kealpaan saat scrolling layar. Sinema dapat melestarikan kenangan. Sinema dapat melawan amnesia. Semoga suara Hind Rajab didengar," kata dia.
Perkembangan terbaru, The Voice of Hind Rajab menjadi fim perwakilan Tunisia untuk melaju ke Oscar.