
Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez mendorong agar ada audit forensik digital terhadap seluruh bukti CCTV yang dirilis maupun yang belum ditampilkan ke publik dalam kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri, Arya Daru Pangayunan yang ditemukan terlilit lakban di kamar kosnya di Menteng, Jakarta Pusat. Ia mengatakan audit forensik digital tersebut harus melibatkan tim ahli independen dan akuntabel.
Menurutnya, langkah semacam ini akan menjadi bentuk koreksi sehat dalam sistem penegakan hukum yang demokratis.
"Kami tidak bermaksud mengintervensi proses penyidikan, justru kami ingin memastikan bahwa prinsip-prinsip hukum berjalan dalam kerangka akuntabilitas yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan publik," kata Gilang melalui keterangan tertulis, Selasa (5/8).
Gilang juga mengingatkan bahwa ketika penegakan hukum tertutup dari sorotan publik dan keluarga korban tidak memperoleh kejelasan, maka kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum berisiko tergerus.
Ia mengatakan kasus kematian Arya Daru bukan hanya menyentuh ranah personal keluarga, tetapi juga menyangkut kredibilitas institusi penegak hukum.
"Kasus ini cukup menarik perhatian publik. Karena itu, akuntabilitas lembaga negara dalam menjamin keterbukaan informasi publik, juga menjadi sorotan," kata Gilang.
Gilang menyoroti pihak keluarga almarhum Arya Daru masih kurang puas atas kesimpulan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya soal kematian diplomat muda Indonesia itu. Pada Selasa (29/7), Polda Metro Jaya menyimpulkan tidak ada keterlibatan pihak lain dalam kematian Arya Daru. Keluarga Arya Daru berharap agar setiap fakta yang ada, bisa benar-benar diperiksa dengan teliti dan terbuka, termasuk membuka rekaman CCTV secara transparan.
Selain itu, ia mencermati pernyataan pakar telematika Abimanyu Wachjoewidajat yang membeberkan sederet kejanggalan dalam rekaman CCTV yang dirilis kepolisian. Video yang diklaim sebagai bukti pergerakan terakhir Arya Daru menimbulkan pertanyaan, baik dari segi kontinuitas visual maupun logika narasi kronologis.
"Ini kan kemudian memunculkan pertanyaan besar mengenai integritas dan kelengkapan alat bukti dalam kasus yang sejak awal sudah mengundang perhatian publik," ungkapnya.
Gilang menegaskan aparat penegak hukum wajib mengedepankan transparansi dalam proses investigasi yang menyangkut nyawa warga negara, apalagi ketika menyangkut figur aparatur negara yang bekerja di institusi strategis. Ia mengatakan publik berhak tahu dan diyakinkan bahwa hukum ditegakkan secara profesional, objektif, dan tidak selektif.
“Kami tidak ingin spekulasi berkembang liar karena minimnya akses terhadap informasi yang utuh. Ketika ada kejanggalan dalam dokumentasi visual dan ada pihak independen yang menunjukkan analisis berbasis data, maka wajar jika muncul permintaan klarifikasi secara terbuka,” kata Gilang.
Lebih lanjut, Gilang mengatakan bahwa hak keluarga untuk mengetahui kebenaran secara utuh tidak boleh dikompromikan. Apalagi, kata Gilang, karena alasan teknis maupun administratif.
"Negara tidak cukup hanya menyampaikan simpati, tetapi juga bertanggung jawab memastikan bahwa proses penegakan hukum tidak menyisakan ruang abu-abu yang merugikan korban maupun keluarganya," ungkapnya.(P-1)