Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% (year on year/yoy). Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan kuartal I - 2025 sebesar 4,87% dan lebih tinggi dari kuartal II - 2024 sebesar 5,05%.
Pertumbuhan ini juga membuat kaget kalangan ekonomi, karena pertumbuhan yang di luar dugaan. Kalangan ekonom yang ditanyai hanya memprediksi dikisaran 4,69% - 4,81%, karena tekanan indikator belanja masyarakat dan kinerja sektor manufaktur pada periode itu.
Merespons hal ini, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan teknis perhitungan itu merupakan domain dari Badan Pusat Statistik (BPS).
"Kalau secara teknis perhitungan tentu ada di BPS. Tapi kita sebagai pemerintah kan tugasnya tadi menciptakan ekosistem yang memungkinkan komponen tadi bertumbuh. Cara hitungnya seperti kan domainnya BPS," kata Prasetyo, di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (5/8/2025).
Lebih lanjut, menurut Prasetyo, bahwa banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, seperti belanja rumah tangga, belanja pemerintah hingga investasi. Sementara pemerintah pada periode itu sudah memberikan stimulus agar memberikan output yakni pertumbuhan ekonomi.
"Bahwa komponen itu adalah hasil program-program kalau dari sisi pemerintah dari hasil stimulus-stimulus yang diatur pemerintah ya memang demikian. Sistemnya begitu," kata Prasetyo.
Selain itu menurutnya adanya fenomena daya beli masyarakat yang menurun juga itu hanya salah satu faktor, tapi tidak menunjukkan pertumbuhan ekonomi sebuah negara.
"Tergantung sudut pandangnya mana ya. Kalau kalau sebuah perhitungan pertumbuhan sebagai sebuah negara secara menyeluruh. Tidak kemudian hanya dari satu kelompok masyarakat, bahwa masih ada kita mendapati saudara kita secara ekonomi masih di desil 1 dan desil 2," kata Prasetyo.
"Kemudian muncul fenomena saudara kita yang kemampuan secara ekonomi masih terbatas sekarang," sambungnya.
Menurutnya ada fenomena yang disebut 'rojali' (Rombongan Jarang Beli) dan 'Rohana' (Rombongan Hanya Nanya) itu menjadi pengingat bahwa memang masih kelompok masyarakat yang masih dibantu. Khususnya dari pemerintah yang harus terus mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ekonom Kaget dengan Rilis Pertumbuhan Ekonomi
Dari beberapa ekonom yang ditanya CNBC Indonesia mengaku terkejut dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal II - 2025.
Angka pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang dirilis BPS hari ini memang jauh di atas ekspektasi nya yang memperkirakan hanya di kisaran 4,69%-4,81% karena masih besarnya tekanan indikator belanja masyarakat dan kinerja sektor manufaktur pada periode itu.
"Cukup suprising, tidak ada yang prediksi di atas 5%, apalagi 5,12%," kata David kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/8/2025).
David mengatakan, komponen PDB yang tumbuhnya menurut BPS sangat tinggi hingga mampu mendorong ekonomi tumbuh 5,12% yoy di antaranya ialah pertumbuhan angka investasi yang mencapai 6,99%, tertinggi sejak kuartal II-2021.
"Investasi angkanya sangat akseleratif. Angka pertumbuhan kuartal I juga banyak revisi dan investasi memang kami juga expect akselerasi, tapi tidak setajam angka BPS," ucap David.
Ia juga cenderung bertanya-tanya dengan melesatnya angka pertumbuhan industri pengolahan atau manufaktur yang pada kuartal II-2025 disebut BPS mencapai 5,68%, dari yang selama ini pergerakannya selalu di kisaran 4% sejak kuartal II-2022.
Head of Macro Economic & Financial Market Research Permata Bank Faisal Rachman juga mengaku terkejut dengan angka pertumbuhan kuartal II-2025. Ia mengatakan, pertumbuhan PDB Indonesia mengalami akselerasi yang signifikan melampaui ekspektasi pasar.
"Perekonomian Indonesia mencatat pertumbuhan yang lebih kuat dari perkiraan sebesar 5,12% yoy pada Triwulan II 2025, jauh di atas ekspektasi pasar yang memproyeksikan pertumbuhan tetap di bawah 5%," tegas Faisal.
Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang juga tak bisa menutupi keterkejutannya dengan angka realisasi investasi kuartal II-2025. Ia mengatakan, seharusnya kinerja PMTB pada kuartal II-2025 yang tumbuh cepat menurut BPS tak banyak berefek pada dorongan cepat ekonomi karena hanya terdiri dari belanja modal pemerintah berupa mesin dan impor barang modal meski bahan baku melambat.
"Cenderung enggak banyak spill over ke domestik pada semester I-2025 ini," ucap Hosianna.
Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga mengungkapkan keterkejutannya dengan angka rilis BPS ini. Sebab, proyeksi secara keseluruhan para pelaku pasar keuangan tak ada yang menyebut ekonomi pada kuartal II-2025 bisa tembus di atas 5%.
"Suprising, karena ekspektasi kita di bawah 5%," tutur Myrdal.
Sementara itu, sejumlah ekonomi dari lembaga think tank, menganggap ada kejanggalan dari data ekonomi kuartal II-2025 ini. Misalnya, sebagaimana disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira.
Sama seperti David Sumual yang turut mempertanyakan cepatnya pertumbuhan kinerja industri manufaktur, Bhima menyebut angka janggal pertumbuhan itu berlainan dengan data PMI Manufaktur yang malah kini tengah dalam zona pesimis.
Berdasarkan data S&P Global, Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2025 tercatat sebesar 49,2, yang berarti berada di zona kontraksi. Ini menjadi bulan keempat berturut-turut PMI berada di bawah ambang ekspansi (50,0), menandakan pelemahan yang konsisten dalam aktivitas manufaktur nasional.
Sebelumnya, PMI manufaktur Indonesia tercatat di level 46,7 pada April, 47,4 pada Mei, dan 46,9 pada Juni 2025. Meskipun angka pada Juli menunjukkan sedikit perbaikan, posisi yang masih berada di bawah 50 menandakan bahwa pelaku industri tetap menghadapi tekanan, terutama dari sisi permintaan dan produksi.
"Pertumbuhan industri pengolahan tidak sinkron dengan data PMI Manufaktur. Ini ada yang janggal," tegas Bhima.
Sementara itu, Head of Center Macroeconomics and Finance INDEF M. Rizal Taufikurahman mengingatkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12% (yoy) pada kuartal II 2025 patut dicermati secara lebih kritis.
Ia menyebut, secara nominal, angka pertumbuhan ini memang di luar ekspektasi karena di kisaran 4,7-5,0%. Bahkan, mampu tumbuh tinggi di atas periode yang memiliki dorongan faktor musiman seperti pada kuartal I-2025 dengan capaian hanya 4,87%.
"Sangat mengejutkan, di luar ekspektasi," tegas Rizal.
Namun, Rizal mengingatkan, jika dilihat dalam konteks historis, capaian ini sebenarnya masih merefleksikan pola pertumbuhan yang masih stagnan sejak pasca-pandemi.
"Artinya, kita tidak menyaksikan lonjakan pertumbuhan struktural, melainkan repetisi siklus musiman yang seringkali terdorong oleh momen Lebaran dan pola konsumsi jangka pendek, tanpa transformasi signifikan di sisi produktif," paparnya.
"Ini menandakan bahwa struktur ekonomi nasional belum sepenuhnya pulih dalam kualitas, meskipun terlihat stabil dalam kuantitas," tegas Rizal.
Lebih jauh, ia mengingatkan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan berasal dari lonjakan impor (11,65%), konsumsi rumah tangga, dan PMTB (investasi tetap bruto), bukan dari peningkatan ekspor bersih atau efisiensi belanja pemerintah di mana konsumsi pemerintah justru tumbuh negatif (-0,33%).
"Ini mengindikasikan bahwa permintaan domestik masih menjadi tulang punggung utama, sementara sisi produksi dan ekspor masih belum cukup kuat menopang pertumbuhan jangka menengah," paparnya.
Ketergantungan terhadap sektor konsumsi dan importasi bahkan dapat memperlebar defisit transaksi berjalan dan meningkatkan tekanan terhadap neraca pembayaran bila tidak dibarengi dengan penguatan sektor tradable.
Dengan kata lain, ia melihat pertumbuhan Q2‑2025 lebih mencerminkan stabilitas struktural ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global, meskipun masih bergantung pada faktor musiman dan permintaan domestik,
Walaupun ia anggap angka ini belum terjadi pergeseran strategis menuju industrialisasi dan produktivitas sektor riil. Dengan kata lain, Rizal menekankan, pertumbuhan ekonomi kuartal II‑2025 sebesar 5,12% memang cukup impresif secara headline, tetapi belum menjawab tantangan struktural ekonomi Indonesia.
"Ketergantungan pada konsumsi dan investasi tanpa dukungan kuat dari sektor produksi dan ekspor yang dapat menjadikan capaian pertumbuhan rawan tidak sustain," tegas Rizal.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Efek Investor 'Wait & See', Buat Ekonomi RI Loy...