
Rencana pembangunan Light Rail Transit atau LRT Jabodebek fase II yang akan diperpanjang hingga Bogor tengah memasuki tahap pembahasan pendanaan.
PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) bersama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kini mencari skema baru agar proyek bisa berjalan tanpa sepenuhnya bergantung pada anggaran pemerintah atau APBN.
“Kemudian kami juga sudah mendiskusikan dengan Dirjen Perkeretaapian tentang ini, dan kami bersama-sama sedang mencari bagaimana solusi pendanaan untuk pembangunan tahap yang kedua ini. Bagaimana lebih banyak melibatkan misalnya dana-dana di luar pemerintah untuk bekerja sama dengan KAI,” ujar Direktur Utama ADHI, Entus Asnawi, dalam publik ekspose secara daring, Senin (8/9).

Saat ini, LRT Jabodebek baru beroperasi dari Dukuh Atas Jakarta hingga Jati Mulya Bekasi serta Harjamukti Depok. Tahap selanjutnya akan membentang hingga Bogor dan ditargetkan mulai dibangun tahun depan.
Proyek ini diharapkan mampu memperkuat konektivitas kawasan penyangga ibu kota sekaligus mengurai kemacetan lalu lintas di Jabodetabek.
Dukungan pemerintah terhadap pembangunan LRT Jabodebek Fase II juga telah ditegaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Buku Nota Keuangan II Tahun Anggaran 2026.
“Dalam rangka percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan (Light Rail Transit/LRT) Terintegrasi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi sebagai amanat percepatan penyelenggaraan LRT Jabodebek, pemerintah telah menerbitkan satu surat Jaminan Pemerintah atas fasilitas pinjaman senilai Rp 23,41 triliun,” tulis Sri Mulyani, dikutip Rabu (20/8).
Meski demikian, Sri Mulyani mengingatkan dukungan tersebut juga membawa risiko fiskal. Risiko muncul jika PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai operator gagal memenuhi kewajiban pembayaran kepada sindikasi kreditur, sehingga pemerintah berpotensi menanggung kewajiban tersebut.