Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dirundung duka. Seekor anak gajah bernama Tari, yang merupakan anak dari gajah betina Lisa atau kerap dipanggil Mama Lisa oleh para mahout, ditemukan mati pada Rabu (10/9/2025) pagi.
Awalnya, pada Selasa (9/9) kemarin, Tari masih menunjukkan kondisi sehat. Pagi hari sekitar pukul 07.43 WIB, Tari tampak aktif, bermain seperti biasa, dengan nafsu makan normal, feses baik, serta tanpa tanda kelemasan. Hanya intensitas menyusu yang sedikit berkurang.
Berikut rangkuman peristiwanya:
Anak Gajah Tari Mati Mendadak
Seekor anak Gajah Sumatera bernama Kalistha Lestari atau akrab disapa Tari ditemukan mati mendadak di camp Elephanya Flying Squad SPTN, wilayah I Lubung Kembang Bunga Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau, Rabu (10/9).
Tari merupakan gajah betina berusia 2 tahun, hasil perkawinan gajah jinak bernama Lisa dengan gajah liar. Sejak lahir pada 31 Agustus 2023, Tari tumbuh sehat dan menjadi simbol harapan baru bagi konservasi gajah Sumatera yang statusnya kian terancam punah.
Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro mengatakan untuk mencari penyebab kematian Tari yang mendadak ini, dokter melakukan tindakan nekropsi atau bedah bangkai dan mengambil sampel organ untuk pemeriksaan laboratorium.
Sampel tersebut akan dikirim ke laboratorium di Bogor untuk analisis lebih lanjut.
"Kami berkomitmen untuk menunggu hasil pemeriksaan laboratorium sebagai dasar ilmiah dalam mengetahui penyebab kematian Tari," kata Heru kepada kumparan.
"Sekarang menunggu hasil laboratorium untuk menngetahui penyebab kematiannya," imbuhnya.
Kapolda Riau Sampaikan Duka
Sementara itu dihubungi terpisah, Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan mengikhlaskan kepergian Tari.
"Hari ini, dengan hati yang berat namun penuh keikhlasan, saya menyampaikan bahwa putri angkat kita, gajah Tari Kalista Lestari, telah kembali ke pangkuan alam semesta. Seperti air yang mengalir dari hulu ke hilir, kehidupan Tari telah mengalir dengan indah, memberikan makna dan pelajaran bagi kita semua," kata Herry.
Menurut Herry, Tari bukan sekadar seekor gajah. Ia adalah simbol keseimbangan alam yang semakin rapuh di tengah arus pembangunan. Ia adalah suara hutan Tesso Nilo yang semakin menyempit. Dan kini, kepergiannya menjadi pengingat bahwa hubungan kita dengan alam bukanlah hubungan penguasa dengan yang dikuasai, melainkan hubungan saling menjaga dan menghormati.
"Dalam filosofi Yunani kuno, kematian bukanlah akhir, melainkan transformasi. Jiwa Tari kini menyatu dengan semesta, menjadi energi yang akan terus menginspirasi kita untuk menjaga kelestarian hutan dan satwa liar yang semakin terancam. Kepergiannya adalah panggilan bagi kita semua untuk menyucikan diri dari sikap abai terhadap lingkungan," jelasnya.
"Sebagai orang tua angkatnya, saya merasakan kehilangan yang mendalam. Namun, saya percaya bahwa Tari tidak benar-benar pergi. Ia hidup dalam komitmen kita untuk terus menjaga hutan Tesso Nilo, dan sahabatnya Domang masih berjuang di Tesso Nilo," pungkasnya.