Ketua PPATK Ivan Yustiavandana membeberkan dengan intervensi pemerintah, nilai perputaran dana judol bisa menurun. Dalam data Ivan dijelaskan perputaran dana judol pada semester I 2025 mencapai Rp 99,67 triliun, turun 43 persen dari semester I 2024 sebanyak Rp 174,57 triliun
“Tanpa intervensi pemerintah di tahun 2025, ketika dengan penggunaan, paramater yang ada yang namanya judul online itu akan menyentuh Rp 1.100 triliun,” kata Ivan dalam gelaran diskusi Katadata bertajuk Strategi Nasional Memerangi Kejahatan Finansial di Kuningan, Jakarta, Selasa (⅝).
Sementara dengan adanya intervensi pemerintah, perputaran dana judol pada 2025 bisa menurun 37,23 persen, dari 2024 menjadi Rp 205,30 triliun.
Selanjutnya jika tanpa tekanan dari fintech, maka perputaran uang judol 2025 bisa meningkat 33 persen, menjadi Rp 359,81 triliun.
Pada 2017, perputaran uang judol Rp 2,01 triliun, naik pada 2018 jadi Rp 3,98 triliun. Selanjutnya pada 2019, perputaran uang judol naik menjadi Rp 6,85 triliun, naik lagi menjadi Rp 15,77 triliun pada 2020 dan 2021 menjadi Rp 57,91 triliun. Pada 2022 juga naik menjadi Rp 104,42 triliun, 2023 menjadi Rp 327,05 triliun dan 2024 tembus Rp 359,81 triliun.
“Kita tekan secara radikal, kita sikat situsnya, sikat rekening situsnya. semester I (2025) terlihat sangat sukses (perputaran dana judol) hanya Rp 99 triliun,” jelasnya.
Menurut dia, jika pemerintah terus menekan dengan berbagai intervensi seperti menindak situs dan rekening judol, maka perputaran dananya akan semakin mengecil. Hal ini juga berdampak pada masuknya setoran atau deposit judol.
“Lalu kita hanya tekan lagi gitu. Kalau kita berhasil tekan lagi, jomplang dia akan minus sampai (deposit) Rp 34 triliun. Tekanan harus tambah lagi. Jadi ini salah satu upaya kita, untuk melindungi umum,” jelas Ivan.